Senin, 11 Juli 2011

KULIT KUNING PADA ANAK - BLOK GEH


IKTERUS FISIOLOGIS
1.       PENGERTIAN
Ikterus adalah menguningnya sklera, kulit atau jaringan lain akibat penimbunan bilirubin dalam tubuh atau akumulasi bilirubin dalam darah > 5mg/dl dalam 24 jam, yang menandakan terjadinya gangguan fungsional dari hepar, sistem biliary, atau sistem hematologi.
Ikterus neonatorum adalah ikterus yang terjadi pada neonates atau bayi yang baru lahir ( 0 – 28 ). Ikterus neonatorum terbagi menjadi 2 :
a.       Ikterus Fisiologis
b.       Ikterus Patologis
Batasan – batasan ikterus fisiologis :
      Tidak mempunyai dasar patologis
      Biasanya timbul pada hari ke-2 – 3, hilang di hari ke-10
      Kadar bilirubin indirect dalam 2x24 tidak melewati 15 mg% (bayi cukup bulan) dan 10 mg% ( prematur)
      Kadar bilirubin direct < 1 mg%
      Kecepatan peningkatan bilirubin tidak melebihi 5 mg%/hr
      Tidak menyebabkan morbiditas pada bayi

2.       INSIDENSI DAN PREVALENSI
§  Ikterus fisiologis ditemui pada minggu pertama kehidupan bayi
§  60 % pada bayi cukup bulan
§  80 % pada bayi kurangbulan

3.       ETIOLOGI
Penyebab ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri ataupun dapat disebabkan oleh beberapa faktor.
Secara garis besar etiologi ikterus neonatorum dapat dibagi :
a)        Produksi yang berlebihan
Hal ini melebihi kemampuan bayi untuk mengeluarkannya, misalnya pada hemolisis yang meningkat pada inkompatibilitas darah Rh, AB0, golongan darah lain,defisiensi enzim G-6-PD, piruvat kinase, perdarahan tertutup dan sepsis.

b)       Gangguan dalam proses “uptake” dan konjugasi hepar
Gangguan ini dapat disebabkan oleh bilirubin, gangguan fungsi hepar, akibat asidosis, hipoksia dan infeksi atau tidak terdapatnya enzim glukoronil transferase (sindrom criggler- Najjar). Penyebab lain yaitu defisiensi protein. Protein Y dalam hepar yang berperan penting dalam “uptake” bilirubin ke sel hepar.

c)       Gangguan transportasi
Bilirubin dalam darah terikat pada albumin kemudian diangkat ke hepar. Ikatan bilirubin dengan albumin ini dapat dipengaruhi oleh obat misalnya salisilat, sulfafurazole. Defisiensi albumin menyebabkan lebih banyak terdapatnya bilirubin indirek yang bebas dalam darah yang mudah melekat ke sel otak.

d)       . Gangguan dalam ekskresi
Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepar atau diluar hepar. Kelainan di luar hepar biasanya disebabkan oleh kelainan bawaan. Obstruksi dalam hepar biasanya akibat infeksi atau kerusakan hepar oleh penyebab lain.

4.       MEKANISME

Fungsi hepar yang belum sempurna (jumlah dan fungsi enzim glukoronat transferase dan ligand dalam protein belum adekuat) sehingga terjadi penurunan uptake dalam hati dan penurunan konjugasi oleh hati.

5.       ANAMNESIS
      Identitas ibu dan anak ?
      Riwayat Persalinan ?
      Berat badan Anak saat lahir?
      Kapan ikterus timbul ?
      Pemberian ASI ?
      Golongan darah ?
      Riwayat inkompatabilitas darah ?
      Riwayat obat yang diberikan selama pada ibu selama hamil/ persalinan ?
      Apakah ibu menderita penyakit  selama kehamilan ?

6.       PEMERIKSAAN FISIK
      Kulit tampak kuning
      Penderita sering hanya memperlihatkan gejala minimal misalnya tampak lemah dan nafsu minum berkurang.
      Keadaan lain yang mungkin menyertai ikterus adalah anemia, petekie, pembesaran lien dan hepar, perdarahan tertutup, gangguan nafas, gangguan sirkulasi, atau gangguan syaraf. Keadaan ini biasanya ditemukan pada ikterus berat atau hiperbilirubinemia berat.

7.       PEMERIKSAAN PENUNJANG
§  Pemeriksaan darah tepi
§  Pemeriksaan kadar bilirubin berkala
§  Pemerikasaan penyaring G6PD
§  Pemeriksaan lain yang berhubungan dengan penyebab
§  Biopsy hepar ( bila ada indikasi)
Ikterus baru dapat dikatakan fisiologis sesudah observasi dan pemeriksaan selanjutnya tidak menunjukkan dasar patologis dan tidak mempunyai potensi berkembang menjadi ‘kernicterus’.

8.       PENATALAKSANAAN
Terapi bertujuan untuk mengendalikan agar kadar bilirubin serum tidak mencapai nilai yang dapat menimbulkan kernikterus atau ensefalopati biliers serta mengobati penyebab langsung dari ikterus tersebut.
·         Bayi sehat tanpa faktor resiko tidak diterapi
·         Pemberian ASI yang cukup
·         Berjemur di bawah sinarmaahari dapat mengurangi kekuningan
·         Pengendalian bilirubin dapat dilakukan dengan mengusahakan konjugasi bilirubin dengan merangsang trebentuknya glukoronil transferase dengan pemberan obat seperti fenobarbital 5mg/kgbb/24 jam.Fenobarbital ini akan meningkatkan konjugasi dan ekskresi bilirubin sehingga dapat menurunkan timbulnya ikterus fisologis pada bayi.
·         Fototerapi,bilirubin akan menyerap cahaya secara maksimal dalam batasa wilayah  warna biru.Bilirubin dalam kulit akan menyerap energi cahaya yang melalui fotoismerasi mengubah bilirubin tidak terkonjugasi menjadi bilirubin terkonjugasi yang dikeluarkan ke empedu dan melalui otosensititasi yang melibatkan oksigen dan mengakibatan reaksi-reaksi oksigen yang menghasilkan produk-poduk pemecahan yang akan disekresi oleh hati dan ginjal tanpa memerlukan konjugat.
9.       PROGNOSIS
·         Hiperbilirubin baru akan berpengaruh bentuk apabila bilirubin indirek telah melalui sawar otak, penderita mungkin menderita kernikterus atau ensefalopati biliaris, gejala ensefalopati pada neonatus mungkin sangat ringan dan hanya memperlihatkan gangguan minum, letargi dan hipotonia, selanjutnya bayi mungkin kejang, spastik dan ditemukan opistotonis. Pada stadium mungkin didapatkan adanya atitosis didan ditemukan opistotonis. Pada stadium mungkin didapatkan adanya atitosis ditai gangguan pendengaran atau retardasi mental di hari kemudian.


10.   PENCEGAHAN
·         Primer,ibu dianjurkan untuk memberi ASI 8-12 kali perhari dan tidak memberi cairan tambahan bagi bayi yang tidak dehidrasi dan mendapat ASI
·         Sekunder,semua wanita hamil harus diperiksa golongan darah dan rhesus serta penyeringan serum untuk antibody.
·         Mencegah penggunaan obat-obatan seperti aspirin



SINDROMA CRIGLER- NAJJAR TIPE 2
1.       PENGERTIAN
      Penyakit autosomal resesif akibat gangguan metabolisme bilirubin atau ekskresi bilirubin
      Defisiensi UDP - glukoronosyl transferase/ penurunan aktivitas
2.       INSIDENSI
      1 / 1000000 kelahiran
      Laki – laki = perempuan
      Infeksi, obat & stres meningkatkan insidensi
      Inherited
3.       ETIOLOGI
      Defisiensi parsial enzim UGT
      Sindrom Gilbert
      Penurunan produksi protein normal

4.       PEMERIKSAAN FISIK
Pada pasien sindrom Crigler-Najjar tipe 2, inspeksi menunjukkan ikterus yang menetap sedangkan pemeriksaan fisik lainnya umumnya normal. Ikterus umumnya muncul beberapa hari setelah lahir, tidak seperti pada tipe 1 yang ikterusnya  muncul ketika bayi lahir

5.       PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tes fungsi hati menunjukkan hiperbilirubinemia tak terkonyugasi, dengan kadar bilirubin 6-22 mg/dL. Biopsi hati juga dapat dilakukan, namun harus menunggu hingga bayi berumur 3 bulan. Dari biopsi dapat dilihat adanya defisiensi enzim. Pemberian fenobarbital juga membantu mendiagnosis sindrom Crigler-Najjar tipe 1 atau tipe 2. Pada tipe 2, pemberian fenobarbital menurunkan kadar bilirubin.

6.       PENATALAKSANAAN
-          Biasanya tidak membutuhkan penanganan serius.
-          Penggunaan fenobarbital ditujukan untuk kadar bilirubinemia yang tinggi dan menetap
-          Hindari obat-obatan yang dapat mengganggu pengikatan bilirubin tak terkonjugasi dengan albumin pada plasma seperti : sulfonamide, salisilat, dan penisilin
-          Fototerapi dengan cahaya biru atau transfusi ganti plasma ditujukan untuk hiperbilirubinemia sebagai pencegahan terjadinya kernikterus

7.       KOMPLIKASI
Komplikasi yang paling mungkin dapat terjadi :
-          Kerusakan otak oleh karena jaundice (kernikterus)
-          Mata dan kulit kekuningan kronis

8.       PROGNOSIS
Sindroma Criggler Najjar Tipe II merupakan bentuk yang lebih ringan dibandingkan dengan tipe I dari sindroma ini. Hal ini menyebabkan tipe II ini tidak menyebabkan keracunan yang membahayakan, tidak menyebabkan kerusakan hati dan gangguan mental pada masa kanak-kanak. Orang – orang dengan kelainan ini tetap menderita kekuningan (jaundice), tetapi hanya dengan beberapa gejala ringan dan sedikit organ yang mengalami gangguan.

9.       PENCEGAHAN
Salah satu pencegahan utama yang dapat dilakukan untuk mengantisipasi gangguan ini adalah dengan konsultasi atau konseling genetika. Konseling genetika ini dianjurkan untuk para orang tua yang memiliki riwayat keluarga yang menderita kelainan sindroma crigler najjar baik tipe I maupun tipe II. Kemudian salah satu aspek yang dapat membantu upaya pencegahan adalah dengan pemeriksaan darah. Pemeriksaan darah sangat baik dan efektif untuk mengidentifikasi orang-orang yang mewarisi atau membawa gen yang mengalami kelainan ini.
 
 

DEFISIENSI ENZYME G-6-PD (GLUCOSE-6-PHOSPHATE DEHYDROGENASE)

1. DEFINISI
Merupakan penyakit kelainan enzyme (enzymopathy) yg paling banyak,di turunkan secara X-link yang membuat lisisnya eritrosit (abnormal).

2. ETIOLOGI
            Mutasi gen G6PD locus di  Xq28

3. PATOMEKANISME
Enzym G-6-PD mengkatalisis oxidasi dari glucose-6-phosphatase menjadi 6-phosphogluconate yang juga mereduksi bentuk oxidasi dari nicotamide adenine dinucleotide phosphate (NADP+) menjadi nicotamide adenine dinucleotide phosphate (NADPH). NADPH merupakan suatu co-faktor yang penting di berbagai reaksi biosintesis, menjaga glutathione selalu dalam bentuk reduksinya.
Glutathione tereduksi berperan sebagai “pemakan” bahan-bahan  oxidative metabolit dalam sel yg berbahaya. Dengan bantuan enzyme glutathione peroxidase, mereduksi glutathione dan juga mengubah hydrogen peroxide yg merusak jaringan tubuh menjadi air. Eritrosit sangat bergantung pada aktifitas enzyme G6PD karena enzyme ini merupakan satu-satunya sumber NADPH yang melindungi sel dari stress oxidative.

4. INSIDENSI DAN PREVALENSI
            - Laki-laki lebih tinggi karena di turunkan secara X-link


5. LANGKAH-LANGKAH DIAGNOSE
            a. anamnesis
                        - neonatal jaundice
                        - post infeksi
                        - obat-obatan yg memicu hemolisis
            b. pemeriksaan fisik
                        - jaundice
                        - splenomegaly
            c. pemeriksaan penunjang
·         Mengukur aktifitas enzyme G6PD
·         Complete blood cell (CBC) count dan reticulocyte count untuk menentukan derajat anemia dan fungsi sum-sum tulang belakang
·         Kadar bilirubin dalam serum : Indirect bilirubinemia
·         USG : melihat splenomegaly dan cholelithiasis
·         Apusan darah : formasi badan Heinz (Heinz body)

6. PENATALAKSANAAN
      Diet
     Avoid beans
     carbohidrate and iron restriction
     green leafy vegetables
     Medicamentosa : phenobarbital, b complex
      Konsultasikan ke hematologist dan geneticist



Tidak ada komentar:

Posting Komentar